PENGEMBANGAN TUJUAN PENDIDIKAN
PENGEMBANGAN TUJUAN PENDIDIKAN
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah
Pengembangan Kurikulum
Dosen Pengampu: Dr. H. Tasman, M. A.
Disusun Oleh:
Sukasmin (18204010070)
Kelas PAI A
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA 2019
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
SIGNIFIKANSI
Manusia
adalah makhluk yang dikaruniai keutamaan oleh Allah swt dibandingkan makhluk ciptaannya
yang lain. Keutamaan manusia terletak pada kemampuan akal pikirannya /
kecerdasannya. Dengan kemampuannya ini manusia mampu mengembangkan diri dalam
kehidupan yang semakin berkembang.
Pengembangan
diri untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan memerlukan apa yang kita sebut
dengan pendidikan. Pendidikan sudah ada sejak adanya peradaban yang diawali
dengan proses kependidikan dalam lingkup yang masih terbatas.
Sejalan
dengan perkembangan dan tuntutan jaman maka diperlukan satu pendidikan yang
dapat mengembangkan kehidupan manusia dalam dimensi daya cipta, rasa dan karsa.
Dimana ketiga hal tersebut di atas akan menjadi motivasi bagi manusia untuk
saling berlomba dalam mencapai kemajuan sehingga keberadaan pendidikan menjadi
semakin penting. Yang pada akhirnya menjadikan pendidikan sebagai kunci utama
kemajuan hidup manusia dalam segala aspek kehidupan.
Pendidikan
merupakan usaha manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat baik
dari lembaga formal maupun informal dalam membantu proses transformasi sehingga
dapat mencapai kualitas yang diharapkan. Agar kualitas yang diharapkan dapat
tercapai, diperlukan penentuan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang
akan menentukan keberhasilan dalam proses pembentukan pribadi manusia yang
berkualitas, dengan tanpa mengesampingkan peranan unsur-unsur lain dalam
pendidikan. Dalam proses penentuan tujuan pendidikan dibutuhkan suatu
perhitungan yang matang, cermat, dan teliti agar tidak menimbulkan masalah di
kemudian hari. Oleh karena itu perlu dirumuskan suatu tujuan pendidikan yang
menjadikan moral sebagai basis rohaniah yang amat vital dalam setiap peradaban
bangsa.
A.
Rumusan
Masalah
Dari
signifikansi di atas, maka perlunya penulis menjelaskan secara rinci mengenai
perkembangan tujuan pendidikan sebagai berikut :
1. Pengertian
Pendidikan
2. Bagaimana
Fungsi dan Pengertian Tujuan
3. Bagaimana
Jenis-jenis Tujuan Pendidikan
4. Bagaimana
Pendapat Tokoh Tentang Tujuan Pendidikan
5. Tujuan
Pendidikan di Indonesia
BABII
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan
Dari
segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani 'Paedagogike". Ini
adalah kata majemuk yang terdiri dari kata "PAES" yang berarti
"Anak” dan kata ”Ago" yang berati "Aku membimbing". Jadi
Paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaannya membimbing
anak dengan maksud membawanya ketempat belajar. dalam bahasa Yunani 'disebut
"paedagogos'. Jika kata ini diartikan secara simbolis, maka perbuatan
membimbing seperti dikatakan di atas itu, merupakan inti perbuatan mendidik
yang tugasnya hanya untuk membimbing saja, dan kemudian pada suatu saat itu
harus melepaskan anak itu kembali (ke dalam masyarakat).
Dari
segi essensialis, mendidik dapat dirumuskan, sebagai berikut:
1. Prof. Dr. M. Y. Langeveld :
Mendidik ialah mempengaruhi anak dalam usahanya membimbing anak, agar supaya
menjadi dewasa.
2. Prof. Y.H.E.Y. Hoogeveld :
Mendidik adalah membantu anak supaya anak itu kelak cakap menyelesaikan tugas
hidupnya atas tanggungan sendiri.
3. Dr. Sis Heyster : Mendidik
adalah membantu manusia dalam pertumbuhan, agar ia kelak mendapat kebahagiaan
batin yang sedalam-dalamnya yang dapat tercapai olehnya dengan tidak mengganggu
orang lain.
4. Prof. S. Brojonagoro : Mendidik
berarti memberi tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan
perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.
Dari
keempat rumusan tentang mendidik di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pendidikan
adalah pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang
bertanggung jawab kepada anak didik. Selanjutnya dalam setiap rumusan di atas,
nampak adanya dua pengertian : tugas/fungsi mendidik dan intensi/tujuan
mendidik. Dalam intensi itulah kita dapatkan tugas pembentukan terhadap
peribadi anak didik. Di samping tugas pembentukan pribadi, pendidikan masih
mempunyai tugas lain ialah menyerahkan kebudayaan kepada generasi berikutnya
(generasi muda). Di dalam penyerahan ini nampak adanya sikap dari generasi muda
itu : reseptif, selektif dan continous. Dengan adanya sikap-sikap inilah maka
di dalam setiap pergantian generasi
selalu ada inovasi, selalu terdapat perubahan dan perkembangan.[1]
B.
Fungsi
dan Pengertian Tujuan
Tujuan
pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan dan saripati dari seluruh
renungan pedagogis. Oleh karena itu, suatu rumusan tujuan pendidikan akan tepat
bila sesuai dengan fungsinya. Pendidikan sebagai suatu usaha pasti mengalami
permulaan dan mengalami kesudahannya. Ada pula usaha terhenti karena sesuatu
kendala sebelum mencapai tujuan, tetapi usaha itu belum dapat disebut berakhir.
Pada umumnya, suatu usaha baru berakhir kalau tujuan akhir telah tercapai.
Sehubungan dengan ini A. D. Marimba menyatakan, fungsi tujuan adalah pertama,
sebagai standar mengakhiri usaha, kedua mengarahkan usaha, ketiga merupakan
titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, keempat membatasi ruang gerak
usaha agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang di cita-citakan, kelima
mempengaruhi dinamika dan usaha itu, keenam memberi nilai (sifat) pada
usaha-usaha itu.[2]
Tujuan
merupakan salah satu pokok, dalam pendidikan, karena tujuan dapat menetukan
setiap gerak, langkah, dan aktivitas dalam proses pendidikan. Pemetaan tujuan
pendidikan berarti penentuan arah yang akan dituju dan sasaran yang hendak
dicapai melalui proses pendidikan, serta menjadi tolok ukur bagi penilaian
keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan.
Muhammad
Said mengemukakan bahwa tujuan pendidikan merupakan garis akhir yang hendak
dicapai. Pembahasan tentang tujuan pendidikan senantiasa berkaitan dengan
pembahasan tentang tujuan hidup manusia. Dengan kata lain, tujuan pendidikan
dapat ditafsirkan sebagai turunan dari tujuan hidup orang dewasa. Hal itu didasarkan
pada pemikiran bahwa pendidikan merupakan alat untuk memelihara kelangsungan
hidup manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Dengan
demikian, rumusan tentang tujuan pendidikan secara implisit dapat ditemukan
dalam tujuan hidup manusia yang melekat pada masing-masing individu senantiasa
berbeda, begitu pula halnya antara satu masyarkat dengan masyarakat lainnya.
Hal ini terjadi karena masing-masing individu atau masyarakat menilai hidup dan
kehidupannya dengan penilaian yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tujuan
pendidikan pada masing-masing kelompok masyarakat dari satu generasi ke
generasi lainnya senantiasa berbeda-beda.[3]
C.
Macam-macam
tujuan pendidikan
Di
dalam bukunya beknopte theoretische
paedagogiek, langeveld mengutarakan macam-macam tujuan pendidikan sebagai
berikut.
1. Tujuan
Umum
Tujuan umum disebut juga tujuan
sempurna, tujuan terakhir, atau tujuan bulat. Tujuan umum ialah tujuan di dalam
pendidikan yang seharusnya menjadi tujuan orang tua atau pendidik lain, yang
telah ditetapkan oleh pendidik dan selalu dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan
yang terdapat pada anak didik itu sendiri dan dihubungkan dengan syarat-syarat
dan alat-alat untuk mencapai tujuan umum itu.
Tujuan umum itu tidak akan dan tidak
dapat selalu diingat oleh si pendidik dalam melaksanakan pendidikannya. Oleh karena
itulah, tujuan umum itu selalu dilaksanakan dalam bentuk-bentuk yang khusus
(diperkhususkan) mengingat keadan-keadaan dan faktor-faktor yang terdapat pada
anak didik sendiri dan lingkungannya seperti:
a)
Sifat pembawaan anak didik: umurnya dan jenis kelaminya,watak dan
kecerdasannya.
b)
Kemungkinan-kemungkinan dan kesanggupan-kesanggupan keluarga anak didik itu,
miskin atau kaya, terpelajar atau tidak dan lain-lain. Masih primitif atau
sudah majukah masyarakat sekitar anak itu? Apakah adat-istiadat masyarakat di
situ menghambat atau melancarkan jalannya pendidikan anak-anak itu? Dan
sebagainya.
c)
Tempat dalam masyarakat yang menjadi tujuan anak didik itu. Jabatan-jabatan,
pekerjaan-pekerjaan, dan fungsi-fungsi masyarakat apakah yang diperlukan? Pertanian,
perindustrian, perekonomian, pemerintahan, perdagangan, dan sebagainya adalah
lapangan-lapangan kemasyarakatanyang memerlukan syarat-syarat tertentu dari
tiap-tiap orang. Dengan kata lain, tidak kepada semua anggota masyarakat
meminta syarat-syarat yang sama.
d) Tugas badan-badan
dan tempat pendidikan. Keluarga atau rumah tangga, sekolah, badan-badan
keagamaan, badan-badan sosial, dan sebagainya sudah tentu mempunyai tugas yang
berbeda-beda dalam mendidik anak-anak. Masing-masing akan memperhatikan kepribadian
anak-didik dari sudutnya sendiri-sendiri.
e) Tugas negara dan
masyarakat di sini dan sekarang. Tugas suatu bangsa atau umat manusia di dalam
suatu negara yang dijajah atau yang sudah merdeka berlainan. Demikian pula,
keadaan bangsa dan umat manusia dahulu berbeda dengan sekarang. Maka dari itu,
tujuan sempurna dengan sendirinya mengalami penentuan yang berlainan pula.
f)Kemampuan-kemampuan
yang ada pada pendidik sendiri. Seperti pernah diuraikan, hidup si pendidik
turut menentukan arah tujuan pendidikan. Demikian pula, kecakapan-kecakapan,
kesanggupan, pengetahuan, dan kehidupan si pendidik itu. Tujuan umum ini dengan
demikian harus ditentukan yang sungguh-sungguh kongkret dengan memperhitungkan
dan memperhatikan segala kenyataan.
2. Tujuan-Tujuan
Tak Sempurna
Yang
dimaksud dengan tujuan tak sempurna atau tak lengkap ini ialah tujuan-tujuan
mengenai segi-segi kepribadian manusia yang tertentu yang hendak dicapai dengan
pendidikan itu, yaitu segi-segi yang berhubungan dengan nilai-nilai hidup yang
tertentu, seperti keindahan, kesusilaan, keagamaan, kemasyarakatan, dan
seksual. Oleh karena itu, kita dapat juga mengatakan, pendidikan keindahan,
pendidikan kesusilaan, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan intelektual, dan
lain-lain yang masing-masing dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang terkandung
di dalam masing-masing seginya.
Tujuan
tak sempurna ini bergantung kepada tujuan umum dan tidak dapat terlepas dari
tujuan umum itu. Memisahkan tujuan tak lengkap menjadi tujuan sendiri sehingga
merupakan tujuan terakhir atau tujuan umum dari pendidikan, menjadi berat
sebelah, dan berarti tidak mengakui kepribadian manusia sebulat-bulatnya.
Ingatlah: pendidikan hendaklah harmonis.
3. TujuanTujuan
Sementara
tujuan
sementara ini merupakan tempat-tempat perhentian sementara pada jalan yang
menuju ke tujuan umum, seperti anak-anak dilatih untuk belajarkebersihan,
belajar berbicara, belajar berbelanja, dan belajar bermain-main bersama
teman-temannya.
Umpamanya,
kita melatih anak belajar berbicara sampai anak itu sekarang dapat berbicara.
Dalam hal ini tujuan kita telah tercapai (tujuan sementara), yaitu anak dapat
berbicara. Tetapi, tidak hanya sampai di Situ tujuan kita. Anak kita ajar
berbicara agar anak itu dapat berbicara dengan baik dan sopan santun terhadap sesama
manusia, agar ia berbuat susila (tujuan tak lengkap), dan seterusnya. Demikian
pula melatih anak untuk belajar kebersihan, belajar berbelanja, dan sebagainya
adalah tujuan sementara.
Tujuan
sementara ini merupakan tingkatan-tingkatan untuk menuju kepada tujuan umum.
Untuk mencapai tujuan-tujuan sementara itu di dalam praktik harus mengingat dan
memperhatikan jalannya perkembangan pada anak. Untuk ini maka perlulah
psikologi perkembangan.
4. Tujuan-Tuiuan
Perantara
Tujuan
ini bergantung pada tujuan-tujuan sementara. Umpamanya, tujuan sementara ialah
si anak harus belajar membaca dan menulis. Setelah ditentukan untuk apa anak
belajar membaca dan menulis itu, dapatlah sekarang berbagai macam kemungkinan
untuk mencapainya itu dipandang sebagai tujuan perantara, seperti metode
mengajar dan metode membaca. Contoh lain, tujuan tak sempurna ialah pembentukan
kesusilaan: sebagai tujuan sementaranya dapat ditentukan pada suatu umur yang
tertentu si anak belajar membeda-bedakan "kepunyaanku" dan "kepunyaanmu".
Dengan memperhatikan tujuan sementara itu si anak kita beri permainannya
sendiri (tujuan perantara).
5. Tujuan
lnsidental
Tujuan
ini hanya sebagai kejadian-kejadian yang merupakan saat-saat yang terlepas pada
jalan yang menuju kepada tujuan umum. Contoh, seorang ayah memanggil anaknya
supaya masuk ke dalam rumah, agar mereka tidak menjadi terlalu lelah, atau
untuk makan bersama-sama; ayah itu menuntut supaya perintahnya itu ditaati.
Tetapi, dalam situasi yang lain mungkin si ayah itu akan mengurangi tuntutan ketaatan
itu dan hanya bersikap netral saja.
Nyatalah
bahwa di dalam tiap-tiap situasi ada tujuan-tuiuan terpisah yang kita
laksanakan, meskipun tujuan-tujuan itu masih ada hubungannya dengan tujuan
umum. Tetapi, jika yang dimaksud oleh si ayah tadi ialah agar anaknya mempunyai
kebiasaan-kebiasaan tetap untuk makan bersama-sama keluarga sehingga dengan
demikian bermaksud pula untuk memperkuat rasa sama-sama terikat dalam ikatan
keluarga, maka hal itu dapatlah dipandang sebagai tujuan perantara.
Macam-macam
"tujuan" tersebut di atas (tujuan tak sempurna, tujuan sementara,
tujuan perantara, dan tujuan insidental) dapat dicapai dengan nyata. Adapun
bagaimana menetapkan tujuan-tujuan itu dan bagaimana cara melaksanakannya
adalah tugas pedagogik praktis (akan dibicarakan lebih lanjut kemudian).
Dengan
memperhatikan tujuan-tujuan di atas dan hubunganhubungannya satu sama lain,
mempermudah usaha kita hendak mengerti pekerjaan mendidik dan memungkinkan kita
meninjau apa yang dianjurkan oleh aliran-aliran modern atau aliran-aliran kuno
dalam pendidikan. Sedangkan tujuan umum itu bermuara dalam pandangan hidup yang
mendukung sebagai batu dasarnya.[4]
D.
Pendapat
Tokoh Tentang Tujuan Pendidikan
Dalam
pasal-pasal yang lalu, bahwa tujuan pendidikan itu ditentukan oleh zaman dan
kebudayaan di tempat kita hidup dengan demikian tujuan pendidikan ditentukan
oleh “pandangan hidup” karena padangan hidup manusia itu berlain-lainan,
berbeda-beda pula apa yang hendak dicapai dengan pendidikan itu. Jadi titik
berat yang yang hendak dituju berbeda-beda pula seperti:
Rousseau,
umpamanya, lebih mementingkan pendidikan individu daripada pendidikan
kemasyarakatan. Ia berpendapat bahwa manusia itu ketika dilahirkan adalah baik,
suci, dan kebanyakan anak itu menjadi rusak karena manusia itu sendiri atau
karena masyarakat. Oleh karena itulah Rousseau dalam pendidikannya menganjurkan
agar anak-anak dididik sesuai dengan alamnya. Alam anak-anak itu baik semua
pembawaan anak itu adalah pembawaan yang baik. Maka dari itu, kembangkanlah
pembawaan-pembawaan anak itu menurut alamnya. Rousseau adalah penganjur
pendidikan menurut alam, sehingga hukuman dalam pendidikan pun ia menganjurkan
"hukuman alam" alamlah yang akan mendidiknya.
Terhadap
pendirian Rousseau yang demikian kita tidak akan begitu saja menerima.
Bagaimana si anak itu dapat memilih mana yang baik dan yang buruk tentang
norma-norma kesusilaan jika anak itu tidak dibantu atau dipimpin oleh orang
dewasa; kalau anak itu hanya diserahkan begitu saja pada pertumbuhan sewajarnya
menurut alam.
John
Dewey, seorang ahli filsafat dan ahli didik bangsa
Amerika, berpendapat bahwa pendidikan kemasyarakatanlah yang lebih penting
daripada pendidikan individual.
Tujuan
pendidikan menurut Dewey ialah membentuk manusia untuk menjadi warga negara
yang baik. Untuk itu, di sekolah-sekolah diajarkan segala sesuatu kepada anak
yang perlu bagi kehidupannya dalam masyarakat, sebagai anggota masyarakat dan
sebagai warga negara. Anak harus dididik untuk menjadi orang yang dapat menurut
pimpinan dan dapat memberikan pimpinan atau menjadi seorang yang ahli dalam
suatu teknik, perindustrian, dan lain-lain. Pendeknya, pendidikan hendakdah
mempersiapkan anak untuk hidup di dalam masyarakat. Teranglah bahwa ia lebih
mengutamakan masyarakatnya daripada anak itu sendiri sebagalindividu.
Pendapat Ki Hadjar Dewantara
tentang pendidikan, terutama pendidikan bagi anak-anak kita, Indonesia.
Sebagai
pendiri, bapak, dan pemimpin Perguruan Taman Siswa, pendapat dan pandangannya
tentang pendidikan dapat dilihat pada: Asas Asas Taman Siswa yang antara lain
sebagai berikut.
1)
Hak seorang akan mengatur dirinya sendiri (zelfbeschikingsrecht) dengan
mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum (maastchappelijke saamhoorigheid),
itulah pertama.
2)
Tertib dan damai (tata dan tentrem, orde en vrede), itulah tujuannya yang
setinggi-tingginya. Tidak ada ketertiban kalau tak berdasarkan perdamaian.
Sebaliknya, tak akan ada orang hidup damai, jika ia dirintangi dalam segala
syarat kehidupannya.
3)
Bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei), itulah yang perlu sekali untuk
segala kemajuan (evolutie), dan harus dimerdekakan seluas-luasnya. Maka dari
itu, pendidikan yang beralaskan syarat "paksaan hukum-ketertiban"
(regeering, tucht en orde) dianggapnya memperkosa hidup kebatinan anak. Yang
dipakainya sebagai alat pendidikan ialah pemeliharaan dengan sebesar perhatian
untuk mendapat tumbuhnya hidup anak, lahir dan batin menurut kodratnya sendiri.
Itulah yang dinamakannya "Among-methode".
4)
Dalam sistem ini maka pengajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia
yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, dan merdeka tenaganya. Guru jangan
hanya memberikan pengetahuan yang perlu dan baik saja, akan tetapi harus juga
mendidik si murid mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya untuk amal
keperluan umum. Pengetahuan yang baik dan perlu ialah yang bermanfaat untuk
keperluan lahir dan batin dalam hidup bersama (sociaal belang).[5]
E. Tujuan
Pendidikan di Indonesia
Telah
kita ketahui, bahwa dasar dan tujuan pendidikan di tiap-tiap negara itu tidak
selalu tetap sepanjang masa, melainkan sering mengalami perubahan atau
pergantian, sesuai dengan perkembangan zaman.
Perombakan
itu biasanya akibat dari pertentangan pendirian atau ideologi yang ada di dalam
masyarakat negara itu. Hal ini kerap kali terjadi, lebih-lebih di negara yang
belum stabil kehidupan politiknya, karena mereka yang bertentangan itu sadar
bahwa pendidikan memegang peranan penting sekali dalam menyiapkan generasi muda
sebagai harapan bangsa.
Mereka berpikir, yang menguasai
pemuda berarti menguasai masa depan.
Di
Indonesia perubahan-perubahan dasar dan tujuan pendidikan itu pernah juga
terjadi. Berikut ini kita paparkan perubahan-perubahan itu secara chronologis.
1)
Menteri PPK. Mr. Suwandi (tanggal 1 Maret 1946).
Rumusannya berbunyi sebagai berikut : "Tujuan pendidikan
membentuk patriotisme". Rumusan ini adalah jawaban yang tepat bagi tahap
revolusi fisik, yang ditandai oleh kedatangan/kembalinya pemerintah kolonial
2)
Menurut UUPP No. 4/ 1950, jo No. 12/1954.
Dalam Bab III, pasal 4, disebutkan dasar pendidikan
dan pengajaran sebagai berikut : "Pendidikan dan pengajaran berdasar atas
asas-asas yang yang termaktub dalam Pancasila . Undang Undang Dasar Republik
Indonesna dan atas kabudayaan kebangsaan Indonesia".
Dalam Bab II, pasal 3, dirumuskan tujuan pendidikan
dan pengajaran sebagai berikut : "Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah
membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
3)
GBHN tahun 1978 dan GBHN tahun 1983.
Dalam GBHN, dasar dan tujuan
pendidikan dirumuskan sebagai berikut : "Pendidikan nasional berdasarkan
atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, kecerdasan, ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat
kepribadian mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung
jawab atas pembangunan bangsa".[6]
4)
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003
Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha
sadar dan
terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.[7]
Tujuan
pendidikan itu tidak berdiri sendiri, melainkan dirumuskan atas dasar sikap
hidup bangsa dan cita-cita negara di mana pendidikan itu dilaksanakan. Sikap
hidup itu dilandasi oleh norma-norma yang berlaku bagi semua warganegara. Hal
ini berarti, bahwa sebelum seseorang melaksanakan tugas kependidikannya,
terlebih dahulu harus memahami falsafah Negara, supaya norma yang melandasi
hidup bernegara itu tercermin dari tindakannya. Setiap pendidikan yang
diarahkan kepada pembentukan sikap posisi pada anak didik, hendaknya
diperhitungkan pula bahwa manusia muda (anak didik) itu tidak hidup tersendiri
di dunia ini.
Sehubungan
dengan "kedewasaan." yang ingin dicapai, maka perlu diketahui dan
didasari bahwa: dalam proses perkembangannya anak memerlukan bantuan, dan
bantuan itu tidak ditentukan oleh pendidik. Di samping itu, anak harus
diperlukan sesuai dengan hakikat individualitas dan sosialitasnya.
BABIII
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian Pendidikan dari segi
etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani 'Paedagogike". Ini
adalah kata majemuk yang terdiri dari kata "PAES" yang berarti
"Anak” dan kata ”Ago" yang berati "Aku membimbing". Jadi
Paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaannya membimbing
anak dengan maksud membawanya ketempat belajar. dalam bahasa Yunani 'disebut
"paedagogos'.
Sedangkan di dalam bukunya beknopte
theoretische paedagogiek, langeveld mengutarakan macam-macam tujuan pendidikan
sebagai berikut : tujuan umum, tujuan-tujuan tak sempurna, tujuan-tujuan
sementara, tujuan-tujuan perantara, tujuan incidental.
Tujuan pendidikan itu tidak berdiri
sendiri, melainkan dirumuskan atas dasar sikap hidup bangsa dan cita-cita
negara di mana pendidikan itu dilaksanakan. Sikap hidup itu dilandasi oleh
norma-norma yang berlaku bagi semua warga negara. Hal ini berarti, bahwa
sebelum seseorang melaksanakan tugas kependidikannya, terlebih dahulu harus
memahami falsafah Negara.
B.
Saran
Semoga makalah ini mampu memberikan
khasanah pengetahuan kepada pembaca, sehingga pembaca kami harapkan dapat
memberikan kritikan dan saran yang bersifat mebangun, untuk menjadi bahan
evaluasi bagi penulis, karena masih terdapat kekurangan baik dari keilmuan atau
isi dari makalah ini maupun dari segi penulisanya.
DAFTAR PUSTAKA
AhmadiAbu, UhbiyatiNur, Ilmu Pendidikan, Jakarta
: Rineka Cipta, 2001.
Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2018.
Triyo
Supriyatno, Humanitas Spiritual Pendidikan, (Malang : UIN-Malang Press “Anggota
IKAPI”, 2009.
PurwantoNgalim,
Ilmu Pendiddikan Teoritis dan Praktis, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011.
[1] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati,
Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hlm. 70-71
[2]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2018), hlm. 227-227.
[3]
Triyo Supriyatno, Humanitas Spiritual Pendidikan, (Malang : UIN-Malang Press
“Anggota IKAPI”, 2009), hlm.123-133.
[4]
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendiddikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm.20-23.
[5]Ibid.,hlm.23-25.
[6]
Abu Ahmadi dan Nur
Uhbiyati, Ilmu Pendidikan…,hlm. 135-137.
[7]
Uyoh Sadulloh, Agus Muharram dan Babang Robandi, Pedagogik Ilmu Pendidikan,
(Bandung : Alfabeta, 2018), hlm. 5.
Komentar
Posting Komentar